Petik Laut Sebentuk Syukur Rakyat Banyuwangi

Perhelatan pesta rakyat daerah pesisir di Muncar, Kabupaten Banyuwangi.

NGABEN SPIRIT BUDAYA BALI

Ngaben atau jamak disebut sebagai upacara pembakaran mayat (kremasi) dilakukan oleh penduduk yang memeluk agama Hindu di pulau Bali. Dalam kepercayaan Hindu Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang. Jenasah diletakkan selayaknya sedang tidur, Tidak ada airmata, karena jenasah secara sementara waktu tidak ada dan akan menjalani reinkarnasa atau menemukan pengistirahatan terakhir di Moksha (bebas dari roda kematian dan reinkarnasi).

GOTONG ROYONG; Jati Diri Budaya Bangsa

Pengamalan budaya Gotong Royong dalam berbagai kehidupan telah menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang harus benar-benar dijaga dan dipelihara, jangan biarkan di gerus oleh bengisnya budaya neo-liberalisme barat yang belum tentu baik buat kita.

TOLAK pengesehan RUU Perguruan Tinggi

Wujudkan Pendidikan Nasional yang Gratis, Ilmiah, Demokratis.

Kenaikan Harga BBM... Bukan Solusi !!!

Laksanakan Pasal 33 UUD 1945.

Minggu, 01 April 2012

GOTONG ROYONG; Jati Diri Budaya Bangsa




Semangat kebersamaan, saling bahu membahu, ringan sama di jinjing berat sama dipikul itulah gambaran secara umum gotong royong, sebuah warisan budaya bangsa yang saat ini mulai jarang ditemui dalam kehidupan bermasyarakat di indonesia. Dalam sejarahnya gotong royong lahir murni dari akar budaya di kepulauan nusantara. Hampir semua kebudayaan di Nusantara mengenal istilah gotong royong dari sabang di aceh sampai merauke di ujung timur pulau irian. Tradisi ini bahkan sudah dikenal sejak abad ke IV masehi
Semangat kolektifitas itulah yang mendasari filosofi utama dalam budaya gotong royong bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Menariknya dalam praktik gotong royong tersebut adalah suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan murni tanpa pamrih dan secara sukarela dilaksanakan oleh semua masyarakat menurut batas kemampuannya masing-masing. Masyarakat bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. Yang pada akhirnya  menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong sehingga dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan Nasional.
Dalam prinsipnya budaya gotong royong yang ada ditengah masyarakat Indonesia, setidak nya menganndung  beberapa nilai budaya yang adiluhung diantaranya pertama Keikhlasan berpartisipasi dan kebersamaan atau dengan kata lain persatuan. Kedua Saling membantu dan mengutamakan kepentingan bersama. Ketiga Usaha peningkatann pemenuhan kesejahteraan secara kolektive dan yang terakhir usaha penyesuaian dan integrasi penyatuan kepentingan sendiri dengan kepentingan bersama.
Pengamalan budaya Gotong Royong dalam Berbagai Kehidupan juga menunjukkan bahwa Budaya  gotong royong yang telah menjadi kepribadian bangsa Indonesia harus benar-benar dijaga dan dipelihara, dan jangan biarkan di gerus oleh bengisnya budaya neo-liberalisme barat yang belum tentu baik buat budaya kita  seperti kita ketuhui bersama nilai-nilai gotong royong yang telah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia memiliki alasan pentingnya yaitu pertama Bahwa manusia membutuhkan sesamanya dalam mencapai kesejahteraan baik jasmani maupun rohani. Kedua Manusia baru berarti dalam kehidupannya apabila ia berada dalam kehidupan sesamanya. Ketiga Manusia sebagai mahluk berbudi luhur memiliki rasa saling mencintai, mengasihi dan tenggang rasa terhadap sesamanya. Ke empat Dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengharuskan setiap manusia untuk bekerjasama, bergotong royong dalam mencapai kesehjahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Kelima Usaha yang dilakukan secara gotong royong akan menjadikan suatu kegiatan terasa
lebih ringan, mudah dan lancar. Tentunya kita sebagai generasi penerus peradaban bangsa yang adiluhung ini tentunya tidak mau anak cucu kita hanya tahu kata gotong royong ini hanya dalam buku dongeng mereka mari jaga bersama budaya ini, ayooo bergotong royong. (edi susilo)

NGABEN SPIRIT BUDAYA BALI


Siang itu banyak ratusan orang berkumpul, dianatara kumpulan orang-orang terlihat banyak orang berkulit putih dengan psotur tubuh tinggi yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat di sana yang berkulit sawo matang, rata-rata ditangan mereka memegang sebuah poket atau handycam. Rupanya siang itu tengah diadakan upacara ngaben. Tradisi adat di pulau bali yang samapai hari ini masih terpelihara dengan baik. Bahkan kini menjadi sebuah daya tarik pariwisata yang menarik banyak turis mancanegara tanpa meninggalkan arti penting upacara tersebut. Ngaben atau jamak disebut sebagai upacara pembakaran mayat (kremasi) dilakukan oleh penduduk yang memeluk agama Hindu di pulau Bali. Dalam kepercayaan Hindu Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang. Jenasah diletakkan selayaknya sedang tidur, Tidak ada airmata, karena jenasah secara sementara waktu tidak ada dan akan menjalani reinkarnasa atau menemukan pengistirahatan terakhir di Moksha (bebas dari roda kematian dan reinkarnasi).
Dibali biasaya hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang ditentukan oleh Pedanda (pemuka di bali). Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Selain itu oleh masyarakat lokal d ibali ngaben juga di percayai sebagai proses penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta untuk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma roh. Kenapa demikian karna Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sebagai dewa pencipta juga adalah dewa api.
Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massa bersama. Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu atau disimpan nanti setelah biaya yang dikumpulkan secara bersama-sama sudah terkumpul baru dilakukan prosesi ngaben. Dalam prakteknya Prosesi ngaben dilakukan dgn berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya dengan berbagai simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering dilakukan umat Hindu. Selain Ngaben dilakukan untuk manusia yang masih ada jenazahnya, orang yang meninggal dan jasadnya tidak ditemukan juga dilakukan prosesi ngaben sebagai contoh mereka yang tewas terseret arus laut dan jenazah hilang ditelan ombak, kecelakaan pesawat yang jenazahnya sudah hangus terbakar. Untuk prosesi ngaben yang jenazahnya tidak ada dilakukan dengan membuat simbol dan mengambil sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar.
Ada berbagai tahapan dilakukan dalam ngaben. Diawali dengan memandikan jenazah, ngajum, pembakaran sampai  nyekah. Setelah didapat hari H (pembakaran jenazah), maka pihak keluarga akan menyiapkan ritual pertama yaitu nyiramin layon(memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh kalangan brahmana kelompok yang karena status sosialnya mempunyai kewajiban untuk itu. Selesai memandikan, jenazah akan dikenakan pakaian adat Bali lengkap. Selanjutnya adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan membuat simbol simbol menggunakan kain bergambar unsur-penyucian roh. Selanjutnya Pada hari H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenazah akan dibawa menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yg akan diusung ke kuburan. Wadah biasanya berbentuk padma simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yg terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu. Disini kembali dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang yg dianggap mampu untuk itu (biasanya dari clan brahmana). Pralinaadalah pembakaran dgn api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran. Umumnya proses pembakaran dari jenazah yg utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian dikumpulkan dalam buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini yg dilarung ke laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus pintu menuju ke rumah Tuhan.
Dalam kepercayaaan di bali secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya.  Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalannya di dunia lain harus dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali menjelma ke Pulau yang dicintainya, Pulau Bali (Edi Susilo).

Petik Laut Sebentuk Syukur Rakyat Banyuwangi


Kapal kapal yang berhias indah pada pesta rakyat petik laut 
Kapal-kapal berjajar dengan hiasan yang cukup indah, berbagai motif dan nilai seni berpadu disana. Sungguh paduan nilai seni yang tiada tara, wujud dari estetika kelokalan yang  luar biasa indahnya. Tua muda berkumpul menjadi satu, dari semua kampung bersama menyatu menjadi satu berbaur dengan semangat suka cita yang di ekpresikan dengan ungkapan syukur akan nikmat yang dilimpahkan dari alam untuk umat manusia. Pesta rakyat Petik laut Muncar begitu biasa orang menyebutnya, ya muncar adalah nama salah satu kecamatan yang ada di ujung paling timur pulau jawa tepatnya di kabupaten banyuwangi jawa timur. Tradisi petik laut  sudah ada sejak muncar berkembang menjadi pusat kegiatan penangkapan ikan. Pada mulanya upacara dilaksanakan berdasarkan pranatamangsa, kemudian dilaksanakan setiap bulan Sura sekarang ditetapkan setiap tanggal 15 sura.
Upacara ini bernilai sakral dengan acara puncaknya adalah melarung perahu kecil yang berisi sesaji yang terdiri dari kepala kambing, berbagai macam kue, buah- buahan, pancing emas, candu dan dua ekor ayam jantan yang masih hidup.
Pada malam harinya, di tempat perahu untuk sesaji dipersiapkan dilakukan tirakatan. Di beberapa surau atau rumah diadakan pengajian atau semaan sebelum perahu dilarung, tirakatan berupa doa bersama mempunyai tujuan agar  nelayan dijauhkan dari musibah malapetaka, fitnah, serta diberikan ketentraman dan kemudahan dalam mencari rejeki atau dalam tradisi masyarakat dibanyuwangi sering diungkapkan dengan ungkapan supoyo adoh bilahine, cepak rejekine, slamet sak sobo parane, guyub rukun bebrayane, gampang anggone luru sandang pangan, kalis saking sakabehe sambikolo (supaya dijauhkan dari petaka, di dekatkan rezeki, selalu diberi keselamatan kemanapun kaki melangkah, rukun dalam bermasyarakat, dimudahkan dalam menjacari penghidupan, terhindar dari segala musibah).
Setalah itu paginya  perahu sesaji tersebut diarak diperkampungan, dan kegiatan ini disebut dengan idher bumi. Selanjutnya perahu tersebut dilarung diiringi oleh ratusan perahu nelayan yang dihiasi dengan umbul-umbul. Perjalanan diteruskan ke Sembulungan, ke makan Sayid yusuf, orang pertama yang membuka daerah tersebut. Disinilah biasanya tari gandrung di pentaskan. Sepulang dari sembulungan perahu nelayan yang akan mendarat di guyur dengan air laut yang di gambarkan sebagai guyuran Shang Hyang Iwak, sebagai Dewi laut.
Perhelatan pesta rakyat daerah pesisir di Muncar, Kabupaten Banyuwangi.  sekarang, dipakai juga sebagai satu  wahana budaya dan tradisi masyarakat nelayan di Kecamatan Muncar dampak positif lain saat ini Petik Laut juga menjadi sebuah sarana untuk menggali kembali berbagai potensi lokal seperti kesenian lokal, aneka perlombaan (gerak jalan, panjat pinang, lomba dayung, jalan sehat) yang melibatkan hampir semua lapisan masyarakat di Muncar. Rangkaian kegiatan ini juga disertai pesta rakyat dengan pasar malam dan aneka hiburan seperti dangdut, gandrung tarian tradisional banyuwangi warisan suku osing dan tayub dan budaya lokal lainya.   
Petik laut yang dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan Suro dalam kalender Jawa ini, tidak sekadar agenda rutin nelayan Muncar tetapi sudah menjadi salah satu aset budaya Kabupaten Banyuwangi. Hampir setiap tahun kegiatan ini selalu menyedot perhatian banyak masyarakat, tidak hanya warga Banyuwangi, tapi juga masyarakat luar daerah. Tentunya ini salah nilai budaya yang harus terus dipertahankan dan diharapkan mampu membarikan manfaat bagi penduduk sekitar atau lebih jauhnya busi menjadi daya tarik wisata di kabupaten banyuwangi. SEMOGA.