Minggu, 01 April 2012
GOTONG ROYONG; Jati Diri Budaya Bangsa
Semangat
kebersamaan, saling bahu membahu, ringan sama di jinjing berat sama dipikul
itulah gambaran secara umum gotong royong, sebuah warisan budaya bangsa yang
saat ini mulai jarang ditemui dalam kehidupan bermasyarakat di indonesia. Dalam
sejarahnya gotong royong lahir murni dari akar budaya di kepulauan nusantara.
Hampir semua kebudayaan di Nusantara mengenal istilah gotong royong dari sabang
di aceh sampai merauke di ujung timur pulau irian. Tradisi ini bahkan sudah
dikenal sejak abad ke IV masehi
Semangat
kolektifitas itulah yang mendasari filosofi utama dalam budaya gotong royong bekerja bersama-sama dalam
menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan
tersebut secara adil. Menariknya dalam praktik gotong royong tersebut adalah
suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan murni tanpa pamrih dan secara
sukarela dilaksanakan oleh semua masyarakat menurut batas kemampuannya
masing-masing. Masyarakat bekerja
tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. Yang pada akhirnya menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan,
tolong menolong sehingga dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan Nasional.
Dalam prinsipnya budaya
gotong royong yang ada ditengah masyarakat Indonesia, setidak nya menganndung beberapa nilai budaya yang adiluhung diantaranya
pertama Keikhlasan berpartisipasi dan kebersamaan atau dengan kata lain persatuan.
Kedua Saling membantu dan mengutamakan kepentingan bersama. Ketiga Usaha
peningkatann pemenuhan kesejahteraan secara kolektive dan yang terakhir usaha
penyesuaian dan integrasi penyatuan kepentingan sendiri dengan kepentingan bersama.
Pengamalan budaya Gotong Royong dalam Berbagai Kehidupan juga menunjukkan
bahwa Budaya gotong royong yang telah menjadi kepribadian
bangsa Indonesia harus benar-benar dijaga dan dipelihara, dan jangan biarkan di
gerus oleh bengisnya budaya neo-liberalisme barat yang belum tentu baik buat
budaya kita seperti kita ketuhui bersama
nilai-nilai gotong royong yang telah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia
memiliki alasan pentingnya yaitu pertama Bahwa manusia membutuhkan sesamanya
dalam mencapai kesejahteraan baik jasmani maupun rohani. Kedua Manusia baru
berarti dalam kehidupannya apabila ia berada dalam kehidupan sesamanya. Ketiga Manusia
sebagai mahluk berbudi luhur memiliki rasa saling mencintai, mengasihi dan
tenggang rasa terhadap sesamanya. Ke empat Dasar keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengharuskan setiap manusia untuk bekerjasama,
bergotong royong dalam mencapai kesehjahteraan hidupnya baik di dunia maupun di
akhirat. Kelima Usaha yang dilakukan secara gotong royong akan menjadikan suatu
kegiatan terasa
lebih ringan, mudah dan lancar. Tentunya kita sebagai
generasi penerus peradaban bangsa yang adiluhung ini tentunya tidak mau anak
cucu kita hanya tahu kata gotong royong ini hanya dalam buku dongeng mereka
mari jaga bersama budaya ini, ayooo bergotong royong. (edi susilo)
NGABEN SPIRIT BUDAYA BALI
Siang itu
banyak ratusan orang berkumpul, dianatara kumpulan orang-orang terlihat banyak
orang berkulit putih dengan psotur tubuh tinggi yang berbeda dengan kebanyakan
masyarakat di sana yang berkulit sawo matang, rata-rata ditangan mereka
memegang sebuah poket atau handycam. Rupanya siang itu tengah diadakan upacara
ngaben. Tradisi adat di pulau bali yang samapai hari ini masih terpelihara dengan
baik. Bahkan kini menjadi sebuah daya tarik pariwisata yang menarik banyak
turis mancanegara tanpa meninggalkan arti penting upacara tersebut. Ngaben atau jamak disebut sebagai upacara pembakaran mayat (kremasi) dilakukan oleh
penduduk yang memeluk agama Hindu di pulau Bali.
Dalam kepercayaan Hindu Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna
mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang. Jenasah diletakkan selayaknya
sedang tidur, Tidak ada airmata, karena jenasah secara sementara waktu tidak
ada dan akan menjalani reinkarnasa atau menemukan pengistirahatan terakhir di Moksha (bebas
dari roda kematian dan reinkarnasi).
Dibali
biasaya hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan
mencari hari baik yang ditentukan oleh Pedanda (pemuka di bali). Upacara Ngaben
biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal,
sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Sebelum upacara
Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan
penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Selain
itu oleh masyarakat lokal d ibali ngaben juga di percayai sebagai proses
penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta
yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan
api abstrak berupa mantra pendeta untuk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg
melekat pada atma roh. Kenapa demikian karna Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa
Brahma disamping sebagai dewa pencipta juga adalah dewa api.
Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan
lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massa bersama.
Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu atau disimpan
nanti setelah biaya yang dikumpulkan secara bersama-sama sudah terkumpul baru
dilakukan prosesi ngaben. Dalam prakteknya Prosesi ngaben dilakukan dgn
berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya
dengan berbagai simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering dilakukan
umat Hindu. Selain Ngaben dilakukan untuk manusia yang masih ada jenazahnya,
orang yang meninggal dan jasadnya tidak ditemukan juga dilakukan prosesi ngaben
sebagai contoh mereka yang tewas terseret arus laut dan jenazah hilang ditelan
ombak, kecelakaan pesawat yang jenazahnya sudah hangus terbakar. Untuk prosesi
ngaben yang jenazahnya tidak ada dilakukan dengan membuat simbol dan mengambil
sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar.
Ada berbagai tahapan dilakukan dalam ngaben.
Diawali dengan memandikan jenazah, ngajum, pembakaran sampai nyekah. Setelah didapat hari H (pembakaran
jenazah), maka pihak keluarga akan menyiapkan ritual pertama yaitu nyiramin
layon(memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh kalangan brahmana
kelompok yang karena status sosialnya mempunyai kewajiban untuk itu. Selesai
memandikan, jenazah akan dikenakan pakaian adat Bali lengkap. Selanjutnya
adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan membuat simbol
simbol menggunakan kain bergambar unsur-penyucian roh. Selanjutnya Pada hari
H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenazah akan dibawa
menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yg akan diusung ke kuburan. Wadah
biasanya berbentuk padma simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah
dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yg
terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu. Disini kembali
dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang yg
dianggap mampu untuk itu (biasanya dari clan brahmana). Pralinaadalah
pembakaran dgn api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat
ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran. Umumnya proses pembakaran dari
jenazah yg utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian
dikumpulkan dalam buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini
yg dilarung ke laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus
pintu menuju ke rumah Tuhan.
Dalam kepercayaaan di bali secara umum,
orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam
lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi
orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya. Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti
dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalannya di dunia lain harus
dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali
menjelma ke Pulau yang dicintainya, Pulau Bali (Edi Susilo).
Petik Laut Sebentuk Syukur Rakyat Banyuwangi
Kapal kapal yang berhias indah pada pesta rakyat petik laut |
Kapal-kapal
berjajar dengan hiasan yang cukup indah, berbagai motif dan nilai seni berpadu
disana. Sungguh paduan nilai seni yang tiada tara, wujud dari estetika kelokalan
yang luar biasa indahnya. Tua muda
berkumpul menjadi satu, dari semua kampung bersama menyatu menjadi satu berbaur
dengan semangat suka cita yang di ekpresikan dengan ungkapan syukur akan nikmat
yang dilimpahkan dari alam untuk umat manusia. Pesta rakyat Petik laut Muncar
begitu biasa orang menyebutnya, ya muncar adalah nama salah satu kecamatan yang
ada di ujung paling timur pulau jawa tepatnya di kabupaten banyuwangi jawa
timur. Tradisi petik laut sudah ada
sejak muncar berkembang menjadi pusat kegiatan penangkapan ikan. Pada mulanya
upacara dilaksanakan berdasarkan pranatamangsa, kemudian dilaksanakan setiap
bulan Sura sekarang ditetapkan setiap tanggal 15 sura.
Upacara ini
bernilai sakral dengan acara puncaknya adalah melarung perahu kecil yang berisi
sesaji yang terdiri dari kepala kambing, berbagai macam kue, buah- buahan,
pancing emas, candu dan dua ekor ayam jantan yang masih hidup.
Pada malam
harinya, di tempat perahu untuk sesaji dipersiapkan dilakukan tirakatan. Di
beberapa surau atau rumah diadakan pengajian atau semaan sebelum perahu
dilarung, tirakatan berupa doa bersama mempunyai tujuan
agar nelayan dijauhkan dari musibah
malapetaka, fitnah, serta diberikan ketentraman dan kemudahan dalam mencari
rejeki atau dalam tradisi masyarakat dibanyuwangi sering diungkapkan dengan
ungkapan supoyo adoh bilahine, cepak rejekine, slamet sak sobo parane, guyub
rukun bebrayane, gampang anggone luru sandang pangan, kalis saking sakabehe
sambikolo (supaya dijauhkan dari petaka,
di dekatkan rezeki, selalu diberi keselamatan kemanapun kaki melangkah, rukun
dalam bermasyarakat, dimudahkan dalam menjacari penghidupan, terhindar dari
segala musibah).
Setalah itu
paginya perahu sesaji tersebut diarak
diperkampungan, dan kegiatan ini disebut dengan idher bumi. Selanjutnya perahu
tersebut dilarung diiringi oleh ratusan perahu nelayan yang dihiasi dengan
umbul-umbul. Perjalanan diteruskan ke Sembulungan, ke makan Sayid yusuf, orang
pertama yang membuka daerah tersebut. Disinilah biasanya tari gandrung di
pentaskan. Sepulang dari sembulungan perahu nelayan yang akan mendarat di guyur
dengan air laut yang di gambarkan sebagai guyuran Shang Hyang Iwak, sebagai
Dewi laut.
Perhelatan pesta
rakyat daerah pesisir di Muncar, Kabupaten Banyuwangi. sekarang, dipakai juga sebagai satu
wahana budaya dan tradisi masyarakat nelayan di Kecamatan Muncar dampak positif
lain saat ini Petik Laut juga menjadi sebuah sarana untuk menggali kembali
berbagai potensi lokal seperti kesenian lokal, aneka perlombaan (gerak jalan,
panjat pinang, lomba dayung, jalan sehat) yang melibatkan hampir semua lapisan
masyarakat di Muncar. Rangkaian kegiatan ini juga disertai pesta rakyat dengan
pasar malam dan aneka hiburan seperti dangdut, gandrung tarian tradisional
banyuwangi warisan suku osing dan tayub dan budaya lokal lainya.
Petik laut yang
dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan Suro dalam kalender Jawa ini, tidak
sekadar agenda rutin nelayan Muncar tetapi sudah menjadi salah satu aset budaya
Kabupaten Banyuwangi. Hampir setiap tahun kegiatan ini selalu menyedot
perhatian banyak masyarakat, tidak hanya warga Banyuwangi, tapi juga masyarakat
luar daerah. Tentunya ini salah nilai budaya yang harus terus dipertahankan dan
diharapkan mampu membarikan manfaat bagi penduduk sekitar atau lebih jauhnya busi
menjadi daya tarik wisata di kabupaten banyuwangi. SEMOGA.