Minggu, 01 April 2012

NGABEN SPIRIT BUDAYA BALI


Siang itu banyak ratusan orang berkumpul, dianatara kumpulan orang-orang terlihat banyak orang berkulit putih dengan psotur tubuh tinggi yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat di sana yang berkulit sawo matang, rata-rata ditangan mereka memegang sebuah poket atau handycam. Rupanya siang itu tengah diadakan upacara ngaben. Tradisi adat di pulau bali yang samapai hari ini masih terpelihara dengan baik. Bahkan kini menjadi sebuah daya tarik pariwisata yang menarik banyak turis mancanegara tanpa meninggalkan arti penting upacara tersebut. Ngaben atau jamak disebut sebagai upacara pembakaran mayat (kremasi) dilakukan oleh penduduk yang memeluk agama Hindu di pulau Bali. Dalam kepercayaan Hindu Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang. Jenasah diletakkan selayaknya sedang tidur, Tidak ada airmata, karena jenasah secara sementara waktu tidak ada dan akan menjalani reinkarnasa atau menemukan pengistirahatan terakhir di Moksha (bebas dari roda kematian dan reinkarnasi).
Dibali biasaya hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari baik yang ditentukan oleh Pedanda (pemuka di bali). Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Selain itu oleh masyarakat lokal d ibali ngaben juga di percayai sebagai proses penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta untuk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma roh. Kenapa demikian karna Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sebagai dewa pencipta juga adalah dewa api.
Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massa bersama. Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu atau disimpan nanti setelah biaya yang dikumpulkan secara bersama-sama sudah terkumpul baru dilakukan prosesi ngaben. Dalam prakteknya Prosesi ngaben dilakukan dgn berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya dengan berbagai simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering dilakukan umat Hindu. Selain Ngaben dilakukan untuk manusia yang masih ada jenazahnya, orang yang meninggal dan jasadnya tidak ditemukan juga dilakukan prosesi ngaben sebagai contoh mereka yang tewas terseret arus laut dan jenazah hilang ditelan ombak, kecelakaan pesawat yang jenazahnya sudah hangus terbakar. Untuk prosesi ngaben yang jenazahnya tidak ada dilakukan dengan membuat simbol dan mengambil sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar.
Ada berbagai tahapan dilakukan dalam ngaben. Diawali dengan memandikan jenazah, ngajum, pembakaran sampai  nyekah. Setelah didapat hari H (pembakaran jenazah), maka pihak keluarga akan menyiapkan ritual pertama yaitu nyiramin layon(memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh kalangan brahmana kelompok yang karena status sosialnya mempunyai kewajiban untuk itu. Selesai memandikan, jenazah akan dikenakan pakaian adat Bali lengkap. Selanjutnya adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan membuat simbol simbol menggunakan kain bergambar unsur-penyucian roh. Selanjutnya Pada hari H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenazah akan dibawa menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yg akan diusung ke kuburan. Wadah biasanya berbentuk padma simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yg terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu. Disini kembali dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang yg dianggap mampu untuk itu (biasanya dari clan brahmana). Pralinaadalah pembakaran dgn api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran. Umumnya proses pembakaran dari jenazah yg utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian dikumpulkan dalam buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini yg dilarung ke laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus pintu menuju ke rumah Tuhan.
Dalam kepercayaaan di bali secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya.  Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalannya di dunia lain harus dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali menjelma ke Pulau yang dicintainya, Pulau Bali (Edi Susilo).

0 komentar:

Posting Komentar