Siang itu
banyak ratusan orang berkumpul, dianatara kumpulan orang-orang terlihat banyak
orang berkulit putih dengan psotur tubuh tinggi yang berbeda dengan kebanyakan
masyarakat di sana yang berkulit sawo matang, rata-rata ditangan mereka
memegang sebuah poket atau handycam. Rupanya siang itu tengah diadakan upacara
ngaben. Tradisi adat di pulau bali yang samapai hari ini masih terpelihara dengan
baik. Bahkan kini menjadi sebuah daya tarik pariwisata yang menarik banyak
turis mancanegara tanpa meninggalkan arti penting upacara tersebut. Ngaben atau jamak disebut sebagai upacara pembakaran mayat (kremasi) dilakukan oleh
penduduk yang memeluk agama Hindu di pulau Bali.
Dalam kepercayaan Hindu Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna
mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang. Jenasah diletakkan selayaknya
sedang tidur, Tidak ada airmata, karena jenasah secara sementara waktu tidak
ada dan akan menjalani reinkarnasa atau menemukan pengistirahatan terakhir di Moksha (bebas
dari roda kematian dan reinkarnasi).
Dibali
biasaya hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan
mencari hari baik yang ditentukan oleh Pedanda (pemuka di bali). Upacara Ngaben
biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal,
sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Sebelum upacara
Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai taulan datang untuk melakukan
penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Selain
itu oleh masyarakat lokal d ibali ngaben juga di percayai sebagai proses
penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta
yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan
api abstrak berupa mantra pendeta untuk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg
melekat pada atma roh. Kenapa demikian karna Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa
Brahma disamping sebagai dewa pencipta juga adalah dewa api.
Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan
lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massa bersama.
Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu atau disimpan
nanti setelah biaya yang dikumpulkan secara bersama-sama sudah terkumpul baru
dilakukan prosesi ngaben. Dalam prakteknya Prosesi ngaben dilakukan dgn
berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya
dengan berbagai simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering dilakukan
umat Hindu. Selain Ngaben dilakukan untuk manusia yang masih ada jenazahnya,
orang yang meninggal dan jasadnya tidak ditemukan juga dilakukan prosesi ngaben
sebagai contoh mereka yang tewas terseret arus laut dan jenazah hilang ditelan
ombak, kecelakaan pesawat yang jenazahnya sudah hangus terbakar. Untuk prosesi
ngaben yang jenazahnya tidak ada dilakukan dengan membuat simbol dan mengambil
sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar.
Ada berbagai tahapan dilakukan dalam ngaben.
Diawali dengan memandikan jenazah, ngajum, pembakaran sampai nyekah. Setelah didapat hari H (pembakaran
jenazah), maka pihak keluarga akan menyiapkan ritual pertama yaitu nyiramin
layon(memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh kalangan brahmana
kelompok yang karena status sosialnya mempunyai kewajiban untuk itu. Selesai
memandikan, jenazah akan dikenakan pakaian adat Bali lengkap. Selanjutnya
adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan membuat simbol
simbol menggunakan kain bergambar unsur-penyucian roh. Selanjutnya Pada hari
H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenazah akan dibawa
menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yg akan diusung ke kuburan. Wadah
biasanya berbentuk padma simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah
dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yg
terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu. Disini kembali
dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang yg
dianggap mampu untuk itu (biasanya dari clan brahmana). Pralinaadalah
pembakaran dgn api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat
ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran. Umumnya proses pembakaran dari
jenazah yg utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian
dikumpulkan dalam buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini
yg dilarung ke laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus
pintu menuju ke rumah Tuhan.
Dalam kepercayaaan di bali secara umum,
orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam
lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi
orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya. Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti
dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalannya di dunia lain harus
dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali
menjelma ke Pulau yang dicintainya, Pulau Bali (Edi Susilo).
0 komentar:
Posting Komentar